Pencarian

Senin, 25 Oktober 2010

Mengapa masalah rawan pangan sering melanda daerah lahan kering

Pangan adalah kebutuhan manusia yang paling mendasar, yang harus terpenuhi terlebih dahulu sebelum kebutuhan lainnya. Namun sayangnya masih banyak orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhannya tersebut, meskipun hanya untuk “makan agar perutnya kenyang”, apalagi untuk memenuhi kebutuhan pangan sesuai dengan kebutuhan zat gizi yang dibutuhkan agar dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan yang optimal serta untuk dapat hidup sehat dan aktif
Bahan pangan yang dibutuhkan umumnya diperoleh dari sumberdaya alam yang tersedia dimana masyarakat tersebut tinggal. Setiap wilayah memiliki jenis dan potensi pangan yang berbeda, sesuai dengan karakteristik lingkungan masing-masing, karena jenis tanaman hanya mampu tumbuh dan berproduksi dengan baik pada kondisi lingkungan tertentu. Perbedaan jumlah dan jenis pangan yang tersedia tersebut telah membentuk pola konsumsi pangan yang bersifat spesifik pada setiap wilayah.
Meskipun jenis-jenis pangan yang dikonsumsi berbeda, pada dasarnya memiliki fungsi yang sama, yaitu untuk mensuplai energi dan zat-zat gizi yang dibutuhkan, yaitu:  Karbohidrat, Lemak, Protein, Mineral dan Vitamin. Semua zat gizi yang dibutuhkan tersebut dapat terpenuhi dari berbagai macam susunan hidangan menu utama, yang terdiri dari makanan sumber karbohidrat (seperti nasi, jagung, sagu, umbi-umbian, sorgum, gandum, dll) ditambah dengan lauk hewani dan lauk nabati. Masyarakat Indonesia secara umum memiliki 3 jenis pangan pokok, yaitu: Beras untuk masyarakat yang tinggal di daerah beriklim basah seperti Masyarakat di Pulau Jawa, Sumatra, NTB, Sulawesi, dll., Jagung untuk masyarakat yang tinggal di daerah beriklim kering, seperti Masyarakat di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan sebagian Maluku, dan Sagu untuk masyarakat yang tinggal di daerah rawa-rawa, seperti Masyarakat di Irian dan sebagian besar Maluku.
Daerah beriklim basah biasanya diidentikkan dengan daerah yang subur dan makmur dengan ketersediaan makanan yang melimpah, tetapi sebaliknya dengan daerah yang beriklim kering, seringkali diidentikkan dengan daerah miskin yang selalu kekurangan makanan. Pendapat tersebut semakin dikuatkan dengan sering munculnya kasus kekurangan pangan di daerah-daerah beriklim kering yang sepertinya tiada berkesudahan, seolah-olah menjadi pembenaran terhadap pendapat tersebut. Salah satu contoh misalnya  Propinsi Nusa Tenggara Timur adalah salah satu daerah beriklim kering yang sering diberitakan mengalami kekurangan pangan. Bahkan kejadian kurang pangan tersebut dianggap menjadi biang keladi munculnya kejadian gizi buruk pada anak-anak dan balita. 
Sebagai seorang peneliti saya sering bertanya: Apakah memang benar masyarakat kita di NTT sering kelaparan? Apakah memang benar daerah beriklim kering tidak mampu menyediakan makanan yang cukup bagi orang yang tinggal di atasnya?